Demokrasi is Crazy

Bismillahirrahmanirrahim

Demokrasi is Crazy
Woww ... Berat banget tulisan kali ini, Fit? Hahahah ... Tentu tidak karena saya bukan ahli politik yang bisa dengan jelas dan lugas membahas masalah demokrasi, tapi tulisan ini sekedar menuliskan opini saya tentang demokrasi. Saya juga lagi kebingungan untuk mengejar target menulis saya kan yah, jadi daripada tidak ada bahan yang bisa dituliskan---sebenarnya ada bahan lain sih, tapi saya rasa menuliskan opini ini lebih penting ketimbang tulisan lainnya yang hanya bersifat tulisan pengalaman, hahah.

Kemarin, tepatnya di hari Rabu, 27 November 2024 adalah moment yang sangat penting sebagai salah satu momen pesta demokrasi Indonesia dengan serentaknya pelaksanaan Pilkada baik tingkat Gubernur/Wakil Gubernur dan tingkat Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati.

Nah ... di Provinsi dan Kabupaten saya---Sulawesi Barat dan Kabupaten Mamasa---juga diadakan pesta demokrasi ini dengan pemilihan Gubernur dan Bupati. Karena saya bukan ahli politik dan sejujurnya saya juga kurang tertarik dengan dunia politik ini, jadi saya lupa tepatnya kapan penetapan sang Calon Gubernur dan Calon Bupati ini----saya juga lagi malas riset dulu sebelum nulis, hahaha, maafkan diriku yah, kesannya kayak asal nulis saja nih jadinya .... But, Its Okay karena ini dari tulisan inti hanyalah "Opini seorang Fitrah"

Arti Demokrasi


"Rakyat punya Kuasa"

Itu adalah opini sederhana saya tentang demokrasi--maafkan saya jika salah. Karena dalam sistem demokrasi ini "katanya" rakyatlah yang berkuasa, maka segala sesuatunya ditentukan oleh rakyat, termasuk pemimpin itu sendiri. Sekali lagi ini adalah opini pribadi saya, yang tidak suka silahkan skip dan yang malas membacanya juga silahkan keluar dari tulisan ini, heheheh.

Jadilah dalam sistem demokrasi ini, orang yang punya ambisi untuk memimpin atau setidaknya menjadi seorang pemimpin rakyat akan berbondong-bondong untuk memikat "sang rakyat" agar bisa memilihnya. Menjadi pemimpin bukan lagi tentang "siapa yang layak menjadi seorang pemimpin" tetapi siapa yang "paling bisa merebut hati sang rakyat", hahahaha.

Atas Nama Demokrasi

Lalu apakah karena sistem demokrasi ini seorang pemimpin dipilih oleh rakyatnya maka akan berakhir indah dan sesuai dengan yang diharapkan rakyat? Tentu saja tidak seindah yang diharapkan.

Ada banyak sekali hal yang sangat luar biasa merusak yang lahir dari sistem yang katanya sangat sempurna ini? Ada banyak perilaku menyimpang yang akhirnya terbentuk yang membuat kita geleng-geleng kepala---saya malah takutnya ini akan menjadi semacam pembiaran yang terlihat menjadi hal yang wajar---dimana orang tidak lagi menganggap tabu hal tersebut. Perilaku-perilaku ini semisal ajang pamer kekuasaan atau saling sikut antar calon pemimpin.

Perilaku Meyimpang di Masa Kampanye

Karena masa kampanye ini masih amat sangat panas untuk dibicarakan, maka saya akan sedikit menuliskan ringkasan hal-hal yang sangat menyedihkan di masa-masa pencalonan pemimpin daerah atau mungkin bisa juga kembali ke masa pemilihan presiden dan calon legislatif di awal tahun yang lalu.

Calon Pemimpin si Penebar Janji Manis

Hahaha ... Janji-janji ini akan selalu ada di setiap momen kampanye, janji selangit yang kadang kala tidak didasai dengan situasi yang realistis di lapangan, sehingga seringkali janji itu tinggal hanya sekedar janji yang menjadi angin lalu dan terlupakan.

Saling Menyerang

Ini yang paling menyedihkan menurutku, terlebih di setiap momen pemilihan presiden dimana rakyat Indonesia terbagi menjadi beberapa kubu yang akhirnya memberikan panggilan-panggilan menyedihkan untuk sesamanya. Ada rasa fanatik bagi beberapa pendukung yang kahirnya membawanya pada perilaku menyerang sosok tertentu yang berbeda kubu darinya dengan kata-kata yang bahkan sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang manusia.

Kawan jadi Lawan = Lawan jadi Kawan

Satu hal yang membuat saya malas untuk membahas politik atau terlalu mendukung sesorang---terlepas saya memang seorang ASN yang harus bersifat Netral--- adalah bisa jadi lawan politik suatu calon hari ini akan menjadi kawan politiknya di kemudian hari, begitupn sebaliknya. 

Politik itu sangat gampang mengubah tujuan seseorang, mereka akan menjadi lawan ataupun kawan sesuai dengan pandangan politik mereka masing-masing atau yang lebih parahnya sesuai dengan "kepentingan" mereka masing-masing. So, jangan terlalu fanatik dalam berpolitik kawanku. 

Memperdebatkan Hal-hal yang Tidak Penting

Dan yang paling menjengkelkan dari semua itu adalah ... mereka-mereka sang calon pemimpin ini---atau para tim sukses dan pendukungya---malah memperdebatkan hal-hal yang sangat tidak penting untuk dibahas. Bukannya memperdebatkan/mempermasalahkan masalah perekonomian Indonesia yang sedang menuju krisis, malah memperdebatkan masalah agama dan hal rasis lainnya, duhhh ... dimana letak toleransi yang selalu mereka gaung-gaungkan?

Money Politik yang Masih Sangat Mengakar

Ini yang paling sulit untuk dihancurkan---bahkan orang terdekat saya sekalipun masih amat susah untuk kusadarkan, hiks. Berkali-kali saya katakan, bahwa bagaimana bangsa kita mau maju kalau memilih pemimpin saja masih berdasarkan siapa yang bisa membayar suara kita yang paling banyak?

Susah sekali memang menyadarkan rakyat Indonesia akan hal ini, mereka dengan mudahnya disogok dengan seliter beras dan minyak goreng atas nama bansos. Atau dengan selembar uang merah dan biru dengan dalih "Siapapun pemimpinnya, kita sebagai rakyat akan terus seperti ini". Miris memang ...... 

Pilihan Golput dan Perasaan Skpetis

Sebelum pemilihan ini saya sempat telpon-telponan dengan Mama saya di Makassar---yang juga memilih Gubernur dan Walikota. Saat itu mama bilang kalau dia sudah merasa sangat bosan dengan pemilihan ini---semua jenis pemilihan, karena hasilnya yah begitu-begitu saja, seperti tidak ada yang berubah bagi rakyat biasa seperti keluarga saya di Makassar. Inflasi tidak bisa dibendung, Makassar dan Sulawesi Selatan bagi mama saya tidak ada perubahan yang cukup berarti yang membahagiakannya walau siapapun pemimpinya. Saya mengaambil kesimpulan bahwa sebenarnya di hati mama diusiasnya yang ke-56 tahun itu, dia rasanya ingin golput saja ... hahaha, bahkan di moment pemilihan legislatif yang lalu, ada beberapa kertas suara yang tidak beliau coplos sangkin merasa bosannya, hahahah.

Tapi Alhamdulillah, kemarin saat saya menelponnya beliau mengatakan bahwa beliau tetap datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya "Saya pasrah kepada Allah siapapun yang saya pilih semoga pilihanku itu yang terbaik, mau menang atau kalah tidak ada urusanku"

Saya sendiri bukan bosan sebenarnya tapi sudah di fase "Skeptis" atas semua hal yang berbau demokrasi, saya tidak percaya sepenuhnya pada sistem itu sendiri pun pada orang-orang yang menjual sistem itu demi sebuah kekuasaan yang nantinya akan mereka gunakan untuk kepentingan mereka sendiri, tatapi satu hal yang pasti, saya sangat setuju pada perkataan dari mama saya bahwa:

"Saya tetap akan menggunakan hak pilih saya, dan siapapun yang saya pilih semoga beliau dapat memberikan kebermanfaatan untuk daerah yang beliau pimpin, dan yang terakhir semoga siapapun yang nantinya menang itu adalah yang terbaik untuk rakyatnya"

Saya tidak pernah fanatik dengan satu calon tertentu karena sekali lagi manusia itu selalu berubah sesuai dengan kepentingan politiknya masing-masing, bisa jadi hari ini mereka punya pemikiran yang murni lagi berpihak pada rakyat tetapi di kemudian hari akan menjadi perampok untuk rakyat yang telah memilihnya yang mencekik dengan segala cara dan mematikan pelan tapi pasti semua hal yang bisa membuat sang rakyat tetap hidup.
OlderNewest

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Komentar kalian sangat berarti untuk saya dan blog ini 💕