Pengalaman Pribadi KET (Kehamilan Ektopik Terganggu) yang Berakhir Pada Operasi Pengangkatan Tuba Falopi

Bismillahirrahmanirrahim

Pengalaman KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)

Hallo Juli, akhirnya setelah sebulan hiatus dari kegiatan tulis menulis, kali ini saya datang kembali Insyaa Allah dengan semangat yang baru dan dengan keadaan yang jauh lebih baik. Jadi seperti yang sudah terlihat dari judul postingan kali ini, bahwa sebulan yang lalu saya sedang berjuang dengan kehamilan saya, yang qadarallah ternyata merupakan kasus KET (Kehamilan Ektopik Terganggu).

Penggunaan Kontrasepsi Sebelum Kehamilan Terakhir

Jadi setelah melahirkan anak kedua kami-- Al Fayyad, setelah operasi caesar saya langsung memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD, sehingga setelah Al Fayyad keluar dari rahim, IUD langsung di pasang saat itu juga.

Setelah penggunaan IUD itu, setiap kali saya mengalami menstruasi saya mengalami kram perut yang hebat dan dengan frekuensi haid yang lebih lama dari biasanya, tetapi walaupun mengalami semua keluhan tersebut saya masih bertahan menggunakan IUD itu selama kurang lebih 3, 5 tahun.

Saya memutuskan untuk mengeluarkan IUD dalam rahim saya saat usia anak kedua Fayyad sudah 3,5 tahun, tapi karena masih ingin menunda kehamilan, maka saya memutuskan untuk melanjutkan kontrasepsi dengan menggunakan Pil KB.

Penggunaan Pil KB ini sangat cocok untuk saya karena siklus menstruasi saya sangat teratur, dan kram perut saat mentruasi hampir tidak ada--tidak seperti saat saya menggunakan IUD. Saya menggunakan Pil KB selama kurang lebih 1 tahun.

Awal Kehamilan

Bulan April adalah bulan terakhir saya menggunakan Pil KB, karena kami sudah memutuskan untuk program kehamilan, di bulan selanjutnya. Alhamdulillah kabar baik langsung datang pada keluarga kecil kami pada bulan selanjutnya, yaitu pada bulan Mei, yaitu hasil tespack yang positif yang menandakan kehadiran adik kecil baru di dalam rahim saya.

Seperti 2 kehamilan sebelumnya, di awal kehamilan ini saya tidak merasakan keluhan yang berarti, hanya saja saya merasa sedikit kram pada perut, tapi saya merasa hal ini wajar saja karena di kehamilan sebelumnya saya juga sempat merasakan hal yang sama.

Lalu tepat tanggal 1 Juni 2023, di subuh hari saya merasakan nyeri hebat pada bagian perut saya di sebelah kanan, nyeri tersebut sampai membuat saya tidak mampu berdiri. Lalu di siang harinya setelah saya melaksanakan sholat Dhuhur, dari vagina saya keluar darah segar yang lumayan banyak--seperti saat mengalami menstruasi.

Saat itu juga saya dilarikan ke rumah sakit, tapi sayangnya dokter kandungan tidak ada di rumah sakit tersebut, jadi saya disarankan untuk ke Puskesmas saja sehingga jika ada apa-apa saya bisa langsung di rujuk ke Rumah Sakit Kabupaten Tetangga. Saya sempat bermalam di puskesmas, lalu di rujuk ke puskesmas kota untuk USG. Saat itu dokter umum yang memeriksa saya sudah melihat janin yang ada dalam perut saya, sayangnya--mungkin karena dokternya hanya dokter umum, ia tidak mengatakan bahwa janinnya tumbuh di luar rahim--sepertinya dokter belum punya pengalaman melihat hasil USG di luar kandungan. Setelah USG itu dokter menyarankan agar saya istirahat total saja, karena indikasinya saat itu hanya "Kandungan Lemah". Maka jadilah pekan itu menjadi pekan yang penuh drama untuk kami.

Rasa Nyeri yang Terus Terasa dan Pendarahan yang Terus Datang

Tanggal 12 Juni saya kembali ke sekolah untuk melihat anak didik saya yang saat itu sedang melaksanakan Ujian Akhir Semester. Besoknya, qadarallah rasa nyeri kembali menjalar dan puncaknya di pagi hari itu pendarahan kembali datang. Di saat itu juga saya kembali ke puskesmas untuk mempertanyakan keadaan saya. 

Lalu saya diberikan surat rujukan untuk berobat ke Rumah Sakit di Kabupaten Polewali. Saat itu kami menjadi galau karena kami hanya berdua dengan dua anak yang masih kecil, kalau kami ke Polewali kami akan bingung dimana menitipkan anak-anak kami, karena kami tidak memiliki keluarga yang bisa di tempatu menitipkan anak. 

Alhamdulillah nyeri yang datang saat itu mulai menghilang, sehingga kami memutuskan untuk menunda keberangkatan kami sambil terus berusaha menyelesaikan pekerjaan kami di Mamasa-- suami masih harus melaksanakan kegiatannya, saya sedniri masih berkutat dengan pengerjaan rapor anak didik saya.

Sayangnya, rasa nyeri hebat kembali datang di tanggal 15 Juni, saat itu saya seperti ingin langsung terbang ke Makasasar karena tidak tahannya saya dengan rasa nyeri yang saya rasakan, dan sejak saat itu pendarahan terus menerus datang tanpa henti. 

Tetapi saya masih terus berusaha untuk menyelesaikan rapor anak didik saya sampai selesai, karena saya tidak ingin meninggalkan pekerjaan saya terbengkalai. Hari Senin rapor saya akhirnya selesai saya print dan tanda tangani, suami juga sudah menyelesaikan pekerjaannya di Mamasa. Dan akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke Makassar di hari Selasa.

Rasa nyeri sejak tanggal 15 Juni itu sudah sering muncul, dan pendarahan sejak saat itu sudah terus-menerus datang, saya sampai harus memakai popok dewasa untuk meminimalis bocornya darah pada pakaian saya, karena kalau hanya menggunakan softex biasa darahnya cepat sekali terasa penuh.

Saat itu tetangga-tetangga mengatakan mungkin janinnya akan keluar, dan rasa sakit akan berhenti ketika janin sudah keluar dengan sendirinya. sayangnya janin itu tidak keluar-keluar, ternyata penyebab janin tidak keluar karena memang janinnya terjebak dalam tuba falopi.

Perjalanan ke Makassar yang Penuh Drama Kesakitan serta Anak dan Suami yang Mabok Perjalanan

Sebelum perjalanan alhamdulillah keadaan saya baik-baik saja, walau pendarahan itu masih terus datang. Lalu saat mobil berada di Kecamatan Messawa--perbatasan kabupaten Mamasa dan Polewali, nyeri perut saya datang dan sungguh rasanya sangat tidak tertahankan, saya bahkan sampai menangis di perjalanan. Saat itu saya yang duduk di bangku depan, samping supir harus pindah ke bangku tengah karena ingin sambil tiduran dan menekuk kaki ke arah perut--masih sambil tidur; bahasa Makassarnya saya mau tidur kalengkeng karena dengan posisi tidur seperti itu yang bisa membuat perasaan saya sedikit lebih nyaman, walau rasa nyerinya masih luar biasa.

Dampak dari posisi tidur saya yang seperti itu, membuat anak pertama saya Kakak Fatih harus pindah ke bagian penumpang paling belakang. Fyi, jalanan antara Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Polewali melewati hamparan gunung dengan jalanan yang berkelok-kelok, khas jalanan pegunungan lainnya.

Kakak Fatih, anak pertama saya sebelumnya adalah anak yang kuat dan tidak pernah mabok perjalanan, sayangnya saat ia pindah ke bagian paling belakang mobil, rasa mabok pun dia rasakan, yang akhirnya harus membuatnya untuk muntah dan mengeluarkan semua isi perutnya--anakku sayang, maafkan ummi Nak. 

Melihat anak kami yang muntah, perasaan suami juga menjadi tidak karuan dan akhirnya juga merasakan mabok perjalanan yang sama dan juga memuntahkan semua isi perutnya. Untungnya anak kedua kami Al Fayyad sedang tidur sehingga dia tidak melihat kakak dan abahnya muntah, saya tidak membayangkan jika adek Fayyad juga akan mabok setelah melihat kakak dan abahnya yang mabuk.

Saya yang sedang kesakitan merasa sangat bersalah karena hal tersebutlah yang membuat anak dan suami saya mabuk perjalanan. Setelah perasaan abah membaik, kami melanjutkan perjalanan, di depan RS Polewali, kami ragu untuk singgah, tapi mengingat perasaan saya sudah sedikit membaik, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan--lagi lagi karena pertimbangan anak-anak tidak bisa masuk di rumah sakit dan tidak akan ada yang menjaga mereka.

Alhamdulillah, mungkin juga kerena doa kedua orang tua kami, saat sakit mendera saya menelpon mereka agar mendoakan saya agar bisa sampai ke Makassar dan melewati rasa sakit yang saya rasakan. Alhamdulillah sepanjang perjalanan sampai Makassar rasa sakitnya berangsur-angsur menghilang.

Saat sampai di Makassar kami langsung menuju ke salah satu RS, sayangnya di sana bidan yang bertugas menyarankan kami untuk datang besok paginya untuk melakukan USG--di Poli, karena kami tidak memiliki rujukan ke Makassar, maka saat itu saya memutuskan untuk ke dokter praktek saja karena pertimbangan jika ke dokter praktek lalu ternyata saya harus di tindaki maka biasanya dokter akan memberikan surat rekomendasi ke rumah sakit dan saya bisa menggunakan kartu BPJS saya--ini dari pengalaman kehamilan dua anak sebelumnya.

Sayangnya belum sampai ke tempat dokter praktek saya ingin tuju, rasa nyeri hebat kembali datang menghampiri, sehingga suami memutuskan untuk membawa saya ke rumah sakit terdekat. Rasa nyeri hebat yang menyerang saat itu bahkan hampir membuat saya pingsan. Sampai di rumah sakit qadarallah saya harus di rawat inap.

Operasi CITO KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)

Saat dokter kandungan memeriksa saya, beliau langsung mengarahkan saya untuk melakukan pemeriksaan USG, dan ternyata saat USG dilakukan ternyata dalam rahim saya sudah penuh dengan darah karena janin yang berkembang tidak pada tempatnya sudah pecah dan membuat tuba falopi saya pecah. Akhirnya dokter memutuskan untuk melaksanakan operasi CITO saat itu juga. Operasi CITO yang dilakukan adalah operasi untuk mengeluarkan darah dalam rahim saya, dan juga sekaligus operasi pengangkatan janin dan tuba falopi kanan saya yang sudah pecah.

Pasca operasi saya masih dirawat di rumah sakit selama kurang lebih 2 hari. Lalu 3 hari setelah saya keluar dari rumah sakit, saya melakukan kontrol ulang di rumah sakit yang sama. Kemudian, kemarin saya melakukan kontrol untuk kedua kalinya, luka bekas operasi saya sudah membaik tetapi masih harus dipasangi perban, nyeri bekas luka operasi juga sudah membaik. Kata dokter tanggal 14 Juli mendatang saya sudah bisa melepas perban saya sendiri, Alhamdulillah.

Darah yang keluar pasca operasi sudah berhenti sejak hari pertama pasca operasi, sisa bercak kecil dan di hari kedua sudah berhenti total, rasa nyeri yang juga tadinya sangat mengganggu karena KET itu alhamdulillah, sejak di operasi sudah menghilang.

Trauma untuk Kembali Hamil dan Saran Dokter untuk Menunda Kehamilan

Sejak merasakan KET ini atau kehamilan di luar kandungan saya sedikit merasa trauma untuk kembali hamil secepatnya. Saya trauma dengan rasa sakitnya yang luar biasa--rasa sakit seperti mau melahirkan tetapi rasanya jauh lebih sakit. Saya juga trauma untuk kembali melakukan operasi.

Padahal tadinya, saya punya rencana untuk kembali melahirkan normal karena jarak kehamilan kedua dan ketiga ini sudah lumayan jauh yaitu 5 tahun, tapi qadarallah Allah ternyata punya rencana untuk kembali membuat saya merasakan sensasi operasi yang rasanya seperti operasi caesar, hehehe.

Pasca KET ini, dokter menyarankan untuk menunda kehamilan minimal 6 bulan setelah operasi ini. Tetapi kami memutuskan untuk setidaknya menunda sampai 1 tahun, suami juga sangat mengerti karena melihat rasa sakit saya di kehamilan yang ini. 

Terakhir semoga luka operasi saya bisa pulih secepatnya, sehingga saya bisa kembali melakukan aktivitas seperti semula. Dan terima kasih untuk semua keluarga yang sudah sangat peduli kepada saya ketika rasa sakit datang dan saat proses pasca operasi ini.

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Komentar kalian sangat berarti untuk saya dan blog ini 💕