Hobi Belanja dan Jiwa Konsumtivisme

Bismillahirrahmanirrahim

Hobi Belanja dan Jiwa Konsumtivisme

Belanja? Siapa yang tidak suka dengan aktivitas yang satu ini. Lihat barang yang lucu, beli. Lihat barang yang cantik, beli. Ada diskon, beli, heheh. Waktu saya di Makassar selama liburan akhir tahun kemarin, ada banyak sekali godaan yang datang dari berbagai arah, wahh ... lihat promo 12.12 Shope ahh kayaknya pengen checkout, ke Mall liat diskonan kayaknya kok pengen beli.

Saya rasa untuk urusan suka belanja ini saya tidak sendiri, hampir semua perempuan menyukai aktivitas ini, di keranjang marketplace semua perempuan pasti sudah penuh dengan aneka skincare, baju cantik, mainan anak, baju anak, dll. Sayangnya tidak ada dana untuk checkout, wkwkwk ... kerjaannya siapa nih? Perempuan dan kesukaan akan belanja tidak bisa dipisahkan. Konon katanya kebiasaan ini sudah ada sejak jaman bahela, sejak jaman nenek moyang kita.

Hanya saja yang jadi permasalahan adalah ketika kebiasaan belanja ini akhirnya berujung ke kebiasaan konsumtivisme yang berlebihan.

Pengertian Konsumtivisme

Menurut Prehati, Konsumtivisme adalah berkonsumsi tidak lagi atas pilihan yang rasional berdasarkan kebutuhan, tetapi lebih memperturutkan keinginan. Mereka yang terjangkiti konsumtivisme akan bingung dengan kerancuan akan apa yang benar-benar mereka perlukan dan mana yang hanya sekedar kebutuhan semu yang berdasar pada keinginan semata. Ditambah lagi, mereka akan membeli barang bukan karena nilainya tetapi lebih kepada brand atau citra yang ada di produk tersebut, atau lebih tepatnya mereka akan membeli karena gengsi.

Penyebab Konsumtivisme

Bagi perempuan yang hobinya belanja, termasuk saya, heheh. Kalau liat barang dan akhrnya berhasil dibeli itu memang memberikan kepuasan tersendiri, terlepas dari penyesalan yang akhirnya datang ketika pemikiran jernih sudah mulai muncul. Kalau kita sudah berpikiran jernih dan mikir "kak yah kebeli? kayaknya Aku ndak butuh-butuh amat sama barang ini" baru deh kepala mulai pening, belum lagi kalau cek isi saldo sudah menipis gara-gara barang tidak penting yang tadi kita beli, duh.

Apa sih sebernarnya yang menyebabkan perilaku konsumtivisme ini, berikut 3 hal yang menjadi penyebab munculnya jiwa konsumtivisme:

Memiliki Keinginan untuk Belanja yang Tinggi

Lihat barang baru langsung beli, lihat hal yang lucu langsung checkout dari keranjang marketplacenya. Bagi orang yang memiliki keinginan belanja yang tinggi, belanja sudah menjadi kebutuhan yang sama pentingya dengan makan dan minum. Keinginan belanja yang mereka rasakan sering kali tidak terbendung dan mengalir seperti air.

Memiliki Uang yang Tidak Pernah Habis

Maka beruntunglah kita jika terlahir menjadi anak dari seorang sultan yang uangnya tidak akan pernah habis sampe tujuh turunan, setiap mau seutau tinggal beli tanpa harus pikir panjang tentang saldo ATM. Mereka yang punya uang yang "unlimited" tidak akan berpikir ulang kalau ingin belanja, harga berapa saja mereka bisa tidak mempermasalahkan yang penting adalah kepuaasan batin saat mereka akhirnya bisa membeli barang yang mereka inginkan. Pengen tidak sih kayak mereka?

Branding yang Kuat

Orang Indonesia menjadi salah satu masyarakat yang begitu peduli dengan merk. Merk yang terkenal dengan branding yang kuat begitu populer dan laris di sini. Mungkin salah satu alasannya karena orang-orang terkenal di Indonesia seperti artis-artis atau selebgram yang menjadi acuan masyarakat juga sangat terjangkiti dengan fenomena branding ini. Kita tidak akan heran melihat selebgram dan artis saling memamerkan barang branded mereka dan merasa bangga mengenakannya.

Kesimpulan

Belanja memang kegiatan yang membawa kenikmatan tersendiri, apalagi kalau kita tidak mesti memikirkan saldo ATM. Tapi masalahnya sebagian dari kita bukan lahir dari keluarga sultan yang punya uang tak terbatas, sehingga kenikmatan tadi akan menjadi kepeningan saat semestinya uang yang kita miliki tadinya harus sampai di akhir bulan, malah habis di pertengan bulan, hehehe.

Kebiasaan belanja ini sebenarnya juga punya sisi positif yaitu bisa menjadi penyemangat kita untuk getol mencari uang, tapi kan biasanya semangat tidak dibarengi dengan aksi, jadinya yah tetap merasa di akhir bulan karena uangnya sudah habis karena jiwa konsumtivisme tadi.

Referensi:
Mastuti, Indira (2008). It's All About Shopaholic. Bandung: Examedia

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Komentar kalian sangat berarti untuk saya dan blog ini 💕